A.
SAHAM
Menurut
Schilfgaard saham adalah Het Kaapital Van de Vennootschap is Verdeeld in
Adelen, selanjutnya disebutkan juga saham merupakan suatu hak terhadap harta
kekayaan perseroan, tidak hanya sampai disitu saham juga sebagai suatu
deelgerechtigheid (suatu hak atas bagian dari sesuatu) terhadap harta kekayaan
perseroan, oleh karenanya saham juga akan disebutkan jumlah modal perseroan
didalam akta pendirian.
Oleh
karena saham merupakan modal bagi perusahaan, maka saham biasanya akan dinilai
dengan sejumlah rupiah, misalnya saham PT X setiap lembar bernilai Rp. 1.000.000,-
dan nilai dalam rupiah tersebutlah yang akan digunakan Perseroan sebagai Modal untuk
menjalankan aktifitas perseroan.
Modal dalam
Bab III Pasal 31, 32 dan 33 Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang perseroan
terbagi menjadi Modal dasar, Modal yang ditempatkan dan Modal yang disetorkan.
1. Yang
dimaksud dengan Modal dasar adalah jumlah keseluruhan Nilai saham yang menjadi
modal maksimum dari Perseroan yang telah ditentukan dan dikeluarkan.
Contoh : PT X memiliki 100 Lembar
Saham dimana jumlah nilai saham per lembarnya adalah Rp. 1.000.000.- sehingga
total keseluruhan Modal adalah Rp. 100.000.000,-.
2. Yang dimaksud dengan Modal yang ditempatkan (saham
simpanan atau saham portepel (portofolio)) adalah Jumlah nilai saham yang wajib
disediakan oleh perusahaan, sekurang-kurangnya 25% dari Jumlah Modal
Keseluruhan.
Contoh : PT X memiliki modal sebesar
Rp. 100.000.000,-, dengan nilai
perlembar saham Rp. 1.000.000,- maka PT X harus minimal menempatkan 25 Lembar
saham dengan nilai Rp. 25.000.000,- .
3. Yang dimaksud dengan Modal yang disetorkan
adalah Jumlah nilai saham yang yang disetorkan ke rekening Bank Perseroan.
Contoh : PT X memiliki jumlah nilai saham yang ditempatkan
sebesar 25 Lembar saham dengan nilai Rp. 25.000.000,- maka PT X harus
menyetorkan Rp. 25.000.000,- ke rekening Bank Perseroan.
Pada
praktiknya secara hukum saham tidak hanya dinilai dengan sejumlah uang akan
tetapi dapat berupa lainnya (benda bergerak, tidak bergerak, atau piutang),
dimana nilainya didasarkan nilai wajar yang ditetapkan oleh harga pasar, hal
ini sebagaimana diatur dalam Pasal 35 ayat 1 dan ayat 2 Undang-undang No. 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, sebagai berikut :
“ 1.
Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam
bentuk lainnya.
2. Dalam hal penyetoran atas modal saham
dilakukan dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud pada ayat 1, penilaian setoran
modal saham ditentukan berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan
harga pasar atau oleh ahli yang tidak terafilisasi dengan perseroan...”
Contoh :
PT X
terdiri dari beberapa pemegang saham yaitu :
1.
A Pemegang 50 Lembar saham
2.
B Pemegang 20 Lembar saham
3.
C Pemegang 30 Lembar Saham
Harga per lembar sahamnya adalah sebesar Rp.
1.000.000,- (satu juta rupiah)
Pemegang Saham A dan B akan menyetor sahamnya dengan uang tunai,
dimana total saham yang disetorkan adalah sejumlah Rp. 70.000.000,-, sedangkan
C akan menyetorkan sahamnya dengan menggunakan Mobil Merk Z yang dipasar ketika
dijual seharga dengan Rp. 30.000.000,- atau sedikit diatasnya,
sehingga jumlah keseluruhan yang akan menjadi kekayaan perseroan (PT X) menjadi
Rp. 100.000.000,-.
Bahwa guna kepastian dan bukti berdasarakan
Pasal 50 Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tenteang PT, Direksi Perseroan wajib menyelenggarakan
dan menyimpan daftar pemegang saham yang memuat sekurang-kurangnya, sebagai
berikut :
1.
Nama dan alamat Pemegang saham,
2. Jumlah, Nomor, Tanggal perolehan saham yang
dimiliki pemegang saham dan klasifikasinya, dalam hal dikeluarkan lebih dari
satu klasifikasi saham,
3.
Jumlah yang disetor atas setiap saham,
4. Nama dan alamat dari orang perseorangan atau
badan hukum yang mempunyai hak gadai atas saham atau sebagai penerima jaminan
fiducia saham dan tanggal perolehan hak gadai atau tanggal pendaftaran jaminan
fiducia tersebut,
5. Keterangan Penyetoran saham dalam bentuk
barang atau benda yang dalam teori disebut Quasi Inbreng. Misalnya : Penyetoran
dalam bentuk tanah atau mobil, maka tanah atau mobil wajib dinilai atau di
taksasi oleh ahlinya, misalnya apraisal, atau diukur dengan nilai pasar agar
diperoleh nilai wajar atas inbreng benda tersebut.
Selain daftar tersebut diatas, guna
menghindari kekayaan perseroan dari konflik Pemegang saham dengan keluarganya
(suami/istri atau anak-anak) maka alangkah lebih baik juga dibuat daftar Khusus
pemegang saham, yang isinya menjelasakan identitas pemilik saham beserta
keluarga dan atau ahli warisnya, selain itu daftar khusus juga nantinya akan mencatat
tentang peralihan saham kepada pihak lain.
B.
PEMILIK SAHAM DAN HAK KEBENDAAN
Pemilik
saham adalah Pemegang saham oleh karenanya atas kepemilikan saham tersebut
terbitlah hak kebendaan, Menurut DR. Sentosa Sembiring, SH., M.H., dalam
bukunya yang berjudul “Hukum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas”,
Saham adalah benda bergerak yang memberikan hak kebendaan bagi pemiliknya.
Hak-hak pemegang saham lahir dari kebendaan tersebut. Saham yang dimiliki oleh
pemegang saham memberikan hak kepada pemegang saham, antara lain sebagai
berikut:
1.
Hak memesan terlebih dahulu.
Seluruh saham yang
dikeluarkan untuk penambahan modal harus terlebih dahulu ditawarkan kepada
setiap pemegang saham seimbang dengan pemilikan saham untuk klasifikasi saham
yang sama. (Pasal 43 UU PT);
2.
Hak mengajukan gugatan ke Pengadilan.
Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap Perseroan ke Pengadilan
Negeri Apabila dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap tidak adil dan
tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”),
Direksi, dan/atau Dewan Komisaris. (Pasal 61 UU PT);
3.
Hak saham dibeli dengan harga wajar
Setiap pemegang saham
berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar
apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan Perseroan yang merugikan
pemegang saham atau Perseroan berupa:
a.
Perubahan anggaran dasar;
b.
Pengalihan atau penjaminan kekayaan perseroan yang mempunyai nilai lebih
dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih Perseroan; atau
c.
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan. (Pasal 62 UU
PT)
4.
Hak meminta ke pengadilan negeri untuk menyelenggarakan RUPS.
Dalam hal Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS
dalam jangka waktu yang telah ditentukan, maka Pemegang saham yang meminta
penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri
yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan untuk menetapkan
pemberian izin kepada pemohon untuk melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut
(Pasal 80);
5.
Hak menghadiri RUPS
Pemegang saham, baik
sendiri maupun diwakili berdasarkan surat kuasa berhak menghadiri RUPS dan
menggunakan hak suaranya sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya. (“Pasal
85 ayat (1) UU PT).
Selain dari
pada hak-hak yang telah disebutkan diatas, Pemegang saham berhak untuk menikmati Hak Jaminan yang ada pada saham.
Sebagaimana diatur oleh Pasal 50 ayat (3) huruf d UU PT yang menyatakan bahwa Saham dapat dibebankan dalam bentuk Gadai dan Fidusia.
Sehingga saham yang dimiliki oleh Pemegang Saham maka jenis kebendaanya adalah kebendan saham dalam bentuk benda bergerak yang dilekatkan penjaminan dan oleh karenanya setiap penjaminan yang dilakukan oleh setiap pemegang saham sudah seharusnya dicatat dalam daftar pemegang saham perseroan, pencatatan tersebut juga wajib mencantumkan tanggal perolehan hak gadai atau tanggal pendaftaran jaminan fidusia tersebut.
Sehingga saham yang dimiliki oleh Pemegang Saham maka jenis kebendaanya adalah kebendan saham dalam bentuk benda bergerak yang dilekatkan penjaminan dan oleh karenanya setiap penjaminan yang dilakukan oleh setiap pemegang saham sudah seharusnya dicatat dalam daftar pemegang saham perseroan, pencatatan tersebut juga wajib mencantumkan tanggal perolehan hak gadai atau tanggal pendaftaran jaminan fidusia tersebut.
C.
PEMILIK SAHAM YANG DILARANG OLEH HUKUM
Pada
praktiknya banyak ditemukan bahwa Pemegang Saham terlibat lebih dari satu
perusahaan (perseroan), hal ini bertujuan untuk menambah keuntungan dan harta
kekayaan Pemegang Saham dan bahkan menguasai pangsa pasar serta menciptakan
monopoli/persaingan usaha tidak sehat, biasanya pemegang saham yang seperti ini
merupakan pemegang saham mayoritas di perusahaan-perusahaan yang dijalankannya,
sehingga Pemegang saham tersebut memiliki kewenangan untuk mengendalikan
perusahaan-perusahaan yang sahamnya dikuasainya lalu dengan mudahnya secara
dominan mengontrol pasar dan menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat.
Pemegang
saham mayoritas secara hukum Perseroan memiliki kekuasaan untuk mengarahkan dan
mengendalikan perusahaan melalui media
atau mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham, hal ini akan diilustrasikan sebagai berikut :
X
merupakan Pemegang saham yang menguasai 60% Saham PT A, suatu ketika X
berkeinginan untuk merubah harga produk jasa yang dijual kepasaran, oleh
karenanya PT. A mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa yang
dihadiri X selaku Pemegang 60% Saham, Y
Selaku Pemegang 20% Saham, Z selaku pemegang 10% saham dan W selaku pemegang
10% saham PT. A.
Dalam Rapat
tersebut Y, Z dan W tidak sepakat untuk merubah harga akan tetapi karena X
merupakan pemegang saham mayoritas sehingga jumlah suara lebih banyak pada X,
maka dalam Rapat tersebut keinginan X yang ingin merubah harga lah yang
disetujui, dan oleh karenanya setelah rapat tersebut selesai, maka Direksi PT
wajib melaksanakan perubahan harga produk yang diberlaku dipasar.
Dari
contoh diatas dapat dibayangkan apa yang terjadi jika X merupakan pemegang
saham mayoritas di beberapa perusahaan yang memiliki produk jasa yang sama,
tentu saja akan menimbulkan penguasaan pasar sehingga menimbulkan persaingan
usaha yang tidak sehat dan dampak umumnya adalah banyaknya masyarakat yang
mengalami kerugian, misalnya terjadi penetapan harga, pengaturan pasokan dan
beberapa perilaku pengaturan lainnya.
Pemegang
saham mayoritas sebagaimana yang saya maksud dapat saya berikan ilustrasi
sebagai berkut :
X pemegang
saham mayoritas di PT. A, PT. B, PT. C (menguasai 60% pangsa Pasar) yang
memiliki pesaing PT. D, dimana masing-masing perusahan tersebut memiliki jasa
penjualan Beras, suatu ketika X melihat PT. D memiliki keuntungan yang besar
dibandingkan perusahaan-perusahaan yang dia kuasai (PT. A, PT. B dan PT. C),
oleh karenanya X mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham yang bertujuan untuk
menurunkan harga beras untuk sementara waktu agar PT. D mengalami kerugian dan
menjadi bangkrut, ketika harga turun secara otomatis masyarakat akan membeli
beras di PT. A, PT. B, dan PT. C, atas hilangnya pelanggan maka secara cepat
atau lambat PT. D mengalami kebangkrutan dan usahanya pailit, ketika PT. D Pailit
maka X dengan segera mengadakan kembali Rapat Umum Pemegang Saham di PT. A, PT.
B dan PT. C untuk menaikkan harga beras dan setelah dinaikannya harga beras,
maka masyarakat mau tidak mau membeli harga beras yang jauh lebih tinggi dari
sebelumnya.
Bahwa oleh
karenanya untuk mengindarkan hal tersebut pemerintah telah membuat regulasi
agar pemilik saham yang memiliki saham mayoritas di beberapa perusahaan tidak
boleh memiliki kegiatan usaha yang sejenis, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 27
Undang-undang No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat, dimana dalam pasal tersebut disebutkan :
“ Pelaku
Usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang
melakukan kekgiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang
sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang
sama pada pasar bersangkutan yang sama, apabila kepemilikan tersebut
mengakibatkan :
a. Satu pelaku usaha atau suatu kelompok usaha
menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang
atau jasa tertentu;
b. Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok
pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar
satu jenis barang atau jasa tertentu.”
Untuk
memahami unsur-unsur pasal tersebut, maka saya akan memaparkan unsur-unsur apa
saja yang ada dalam pasal tersebut didasarkan Pedoman Pasal 27 tentang
kepemilikan saham yang di terbitkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, sebagai
berikut :
1.
Unsur Pelaku
Pelaku usaha, menurut ketentuan Pasal 1 angka 5 dari Undang-undang
No. 5 Tahun 1999 adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan
atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik
sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai
kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.
2.
Unsur Saham Mayoritas
Kepemilikan saham mayoritas adalah bentuk penguasaan terhadap
bagian modal perusahaan yang berakibat bahwa pemegang saham yang bersangkutan
memegang kendali terhadap manajemen, penentuan arah, strategi, dan kebijakan
pengambilan tindakan korporasi (corporate
actions), penentuan Direksi/Komisaris, Pelaksanaan hak Veto, akses terhadap
informasi sensitif (Private information),
pembagian keuntungan, penggabungan, peleburan, dan/atau pengambilalihan.
3.
Unsur Perusahaan
Perusahaan adalah setiap bentuk badan usaha yang menjalankan
setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan,
bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuk
tujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba, termasuk perusahaan-perusahaan yang
dimiliki atau bernaung di bawah lembaga-lembaga sosial.
Sejalan dengan ketentuan Pasal 27, pengertian perusahaan meliputi
segeala jenis perusahaan baik yang berbadan hukum dan mengenal konsep
kepemilikan saham, yaitu Perseroan Terbatas, maupun yang tidak berbadan hukum.
4.
Unsur Pasar Bersangkutan
Pasar bersangkutan menurut ketentuan Pasal 1 angka 10 dari
Undang-undang No. 5 tahun 1999 adalah pasar yang berkaitan dengan jangkauan
atau daerah pemasaran tertentu oleh pelakuusaha atas barang dan/atau jasa yang
sama atau sejenis atau subtitusi dari barang dan/atau jasa tersebut.
5.
Unsur Mendirikan Beberapa Perusahaan
Mendirikan beberapa perusahaan berarti membentuk lebih dari satu
perusahaan
6.
Unsur Pangsa Pasar
Pangsa Pasar, menurut ketentuan Pasal 1 angka 13 dari
Undang-undang No. 5 Tahun 1999 adalah persentasnilai jual atau beli barang atau
jasa tertentu yang dikuasai oleh pelaku usaha pada pasar bersangkutan dalam
tahun kalender tertentu.
Pangsa pasar yang digunakan dalam menilai pemilikan saham yang
dilarang, adalah apabila mengakibatkan :
a.
1 (satu) pelaku usaha atau 1 (satu) kelompok
pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu
jenis barang atau jasa tertentu, atau
b.
2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau
kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa
pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
D.
SANKSI BAGI PEMILIK SAHAM MAYORITAS
Pemegang saham mayoritas sebagaimana
yang telah dibahas diatas dapat diproses secara hukum di Lembaga Negara yang
bernama Komisi Pengawas Persaingan usaha, dimana KPPU berdasarkan Pasal 47,
Pasal 48 dan Pasal 49 Undang-undang No. 5 Tahun 1999, melalui putusannya dapat memberikan sanksi-sanksi berupa :
1.
Administratif :
a.
Menghentikan Kegiatannya
b.
Menghentikan penyalahgunaan posisi dominan
c.
Peneteapan Pembayaran ganti rugi
d.
Pengenaan denda serendah-rendahnya Rp.
1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp.
25.000.000.000,- (dua puluh lima milyar Rupiah).
2.
Pidana Pokok :
a. Pidana denda serendah-rendahnya Rp.
25.000.0000,- (dua puluh lima milyar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp.
100.000.000,000,- (seratus milyar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda
selama-lamanya 6 (enam) bulan.
b. Pidana denda serendah-rendahnya Rp.
1.000.000.000,-(satu milyar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp. 5.000.000.000,-
(lima milyar rupiah) atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3
(tiga) bulan, apabila pelaku menolak menyerahkan alat bukti yang diperlukan,
menolak memberikan informasi yang diperlukan, atau menghambat proses
penyelidikan dan/atau pemeriksaan.
3.
Pidana Tambahan :
a.
Pencabutan izin usaha
b. Apabila yang melakukannya juga sebagai Direksi
atau Komisaris, dapat dipidana sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan
selama-lamanya 5 (lima) tahun.
c. Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu
yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar