Warisan merpakan suatu hal yang paling sensitif dirasakan oleh penulis,
dimana penulis beranggapan bahwa banyak masyarakat islam yang masih
tidak setuju atas besar kecilnya bagian waris seseorang karena dibagi
berdasarkan hukum islam sebagaimana yang tercantum dalam Al Qur’an.
Sangat tidak sedikit, karena warisan masyarakat islam di Indonesia
bertengkar berkepanjangan dan bahkan memutuskan tali silahturahmi
keluarganya, padahal itu sangat tidak disukai oleh Allah Swt dan dosa
bagi umat islam yang memutuskan tali silahturahmi.
Maka dari itu penulis mencoba membahas salah satu contoh pembagian
waris dari hukum waris islam, semoga bisa bermanfaat, baik menambah ilmu
pengetahuan dan khasanah islami, maupun memberi kelapangan untuk
menerima perhitungan waris islam sesuai dan syari'at islam.
A. Dasar Waris Islam Empat dasar waris islam didalam Al qur’an dan Sunah Rasul yaitu :
1. Surah An-nisaa (surah IV) ayat 7
لرِّجَالِ نَصِيبٌ۬ مِّمَّا تَرَكَ ٱلۡوَٲلِدَانِ وَٱلۡأَقۡرَبُونَ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيبٌ۬ مِّمَّا تَرَكَ ٱلۡوَٲلِدَانِ وَٱلۡأَقۡرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنۡهُ أَوۡ كَثُرَۚ نَصِيبً۬ا مَّفۡرُوضً۬ا (٧)
Artinya : “Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan
ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian [pula] dari
harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak
menurut bahagian yang telah ditetapkan”
2. Surah An-nisaa (surah IV) ayat 11
يُوصِيكُمُ ٱللَّهُ فِىٓ أَوۡلَـٰدِڪُمۡۖ لِلذَّكَرِ مِثۡلُ حَظِّ ٱلۡأُنثَيَيۡنِۚ فَإِن كُنَّ نِسَآءً۬ فَوۡقَ ٱثۡنَتَيۡنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَۖ وَإِن كَانَتۡ وَٲحِدَةً۬ فَلَهَا ٱلنِّصۡفُۚ وَلِأَبَوَيۡهِ لِكُلِّ وَٲحِدٍ۬ مِّنۡہُمَا ٱلسُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ لَهُ ۥ وَلَدٌ۬ۚ فَإِن لَّمۡ يَكُن لَّهُ ۥ وَلَدٌ۬ وَوَرِثَهُ ۥۤ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ ٱلثُّلُثُۚ فَإِن كَانَ لَهُ ۥۤ إِخۡوَةٌ۬ فَلِأُمِّهِ ٱلسُّدُسُۚ مِنۢ بَعۡدِ وَصِيَّةٍ۬ يُوصِى بِہَآ أَوۡ دَيۡنٍۗ ءَابَآؤُكُمۡ وَأَبۡنَآؤُكُمۡ لَا تَدۡرُونَ أَيُّهُمۡ أَقۡرَبُ لَكُمۡ نَفۡعً۬اۚ فَرِيضَةً۬ مِّنَ ٱللَّهِۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمً۬ا (١١) ۞ Artinya
: “Allah mensyari’atkan bagimu tentang [pembagian pusaka untuk]
anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian
dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih
dari dua maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika
anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan
untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta
yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang
yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya
[saja], maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu
mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.
[Pembagian-pembagian tersebut di atas] sesudah dipenuhi wasiat yang ia
buat atau [dan] sesudah dibayar hutangnya. [Tentang] orang tuamu dan
anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih
dekat [banyak] manfa’atnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana
3. Surah An-nisaa (surah IV) ayat 12
وَلَڪُمۡ نِصۡفُ مَا تَرَكَ أَزۡوَٲجُڪُمۡ إِن لَّمۡ يَكُن لَّهُنَّ وَلَدٌ۬ۚ فَإِن ڪَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ۬ فَلَڪُمُ ٱلرُّبُعُ مِمَّا تَرَڪۡنَۚ مِنۢ بَعۡدِ وَصِيَّةٍ۬ يُوصِينَ بِهَآ أَوۡ دَيۡنٍ۬ۚ وَلَهُنَّ ٱلرُّبُعُ مِمَّا تَرَكۡتُمۡ إِن لَّمۡ يَڪُن لَّكُمۡ وَلَدٌ۬ۚ فَإِن ڪَانَ لَڪُمۡ وَلَدٌ۬ فَلَهُنَّ ٱلثُّمُنُ مِمَّا تَرَڪۡتُمۚ مِّنۢ بَعۡدِ وَصِيَّةٍ۬ تُوصُونَ بِهَآ أَوۡ دَيۡنٍ۬ۗ وَإِن كَانَ رَجُلٌ۬ يُورَثُ ڪَلَـٰلَةً أَوِ ٱمۡرَأَةٌ۬ وَلَهُ ۥۤ أَخٌ أَوۡ أُخۡتٌ۬ فَلِكُلِّ وَٲحِدٍ۬ مِّنۡهُمَا ٱلسُّدُسُۚ فَإِن ڪَانُوٓاْ أَڪۡثَرَ مِن ذَٲلِكَ فَهُمۡ شُرَڪَآءُ فِى ٱلثُّلُثِۚ مِنۢ بَعۡدِ وَصِيَّةٍ۬ يُوصَىٰ بِہَآ أَوۡ دَيۡنٍ غَيۡرَ مُضَآرٍّ۬ۚ وَصِيَّةً۬ مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ۬ (١٢)
Artinya : Dan bagimu [suami-suami] seperdua dari harta yang
ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak.
Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat
dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat
atau [dan] sesudah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat
harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu
mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang
kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau dan sesudah
dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun
perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak,
tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki seibu saja atau seorang
saudara perempuan seibu saja maka bagi masing-masing dari kedua jenis
saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih
dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah
dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya
dengan tidak memberi mudharat kepada ahli waris . Allah menetapkan yang
demikian itu sebagai syari’at yang benar-benar dari Allah, dan Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun”(12).
4. Surah An-nissa ayat 176
يَسۡتَفۡتُونَكَ قُلِ ٱللَّهُ يُفۡتِيڪُمۡ فِى ٱلۡكَلَـٰلَةِۚ إِنِ ٱمۡرُؤٌاْ هَلَكَ لَيۡسَ لَهُ ۥ وَلَدٌ۬ وَلَهُ ۥۤ أُخۡتٌ۬ فَلَهَا نِصۡفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ إِن لَّمۡ يَكُن لَّهَا وَلَدٌ۬ۚ فَإِن كَانَتَا ٱثۡنَتَيۡنِ فَلَهُمَا ٱلثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَۚ وَإِن كَانُوٓاْ إِخۡوَةً۬ رِّجَالاً۬ وَنِسَآءً۬ فَلِلذَّكَرِ مِثۡلُ حَظِّ ٱلۡأُنثَيَيۡنِۗ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَڪُمۡ أَن تَضِلُّواْۗ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىۡءٍ عَلِيمُۢ (١٧٦) Artinya
: “Mereka meminta fatwa kepadamu [tentang kalalah [1]. Katakanlah:
"Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah [yaitu]: jika seorang
meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara
perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta
yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai [seluruh
harta saudara perempuan], jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika
saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari
harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka [ahli waris
itu terdiri dari] saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian
seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan.
Allah menerangkan [hukum ini] kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (176)
5. Adapun dasar atau sumber hukum waris yang berasal dari sunah rasul ataupun hadist di antaranya;
yang artinya”allah telah menurunkan hukum waris bagi
saudara-saudaramu yang perempuan itu dan alloh telah menerangkan bahwa
mereka mendapat bagian dua pertiga dari hartamu” yang artinya”bagi yang
membunuh tidak mendapatkan hak waris atau bagian harta warisan”(HR.An
nasai)
yang artinya”seorang muslim tidak berhak mendapat bagian harta warisan
dari seorang kafir,dan sebaliknya seorang kafir tidak berhak mandapat
bagian harta warisan dari seorang muslim”(HR.jamaah ahlu hadist)
Dari Ibnu Abbas RA dari Nabi SAW, beliau bersabda:
"Berikanlah faraidh (bagian-bagian yang telah ditentukan) kepada yang
berhak, dan selebihnya berikanlah kepada laki-laki dari keturunan
laki-laki yang terdekat." (HR Bukhari dan Muslim)kesimpulan atau
intisari hadits ini: Dalam pembagian warisan, ahli waris yang mendapat
bagian lebih dahulu adalah ahli waris golongan ashhabul-furudh (ahli
waris yang bagian mereka sudah tertentu), kemudian kalau ada sisanya
baru diberikan kepada ahli waris golongan ‘ashabah (ahli waris penerima
sisa).
Dari Jabir bin Abdullah RA, dia berkata: Janda (dari Sa'ad RA) datang
kepada Rasulullah SAW bersama dua orang anak perempuannya.Lalu ia
berkata: "Wahai Rasulullah, ini dua orang anak perempuan Sa'ad yang
telah syahid pada Perang Uhud. Paman mereka mengambil semua harta
peninggalan ayah mereka dan tidak memberikan apa-apa untuk mereka.
Keduanya tidak dapat kawin tanpa harta." Nabi SAW bersabda: "Allah akan
menetapkan hukum dalam kejadian ini." Kemudian turun ayat-ayat tentang
warisan. Nabi SAW memanggil si paman dan berkata: "Berikan dua pertiga
untuk dua orang anak Sa'ad, seperdelapan untuk isteri Sa'ad, dan
selebihnya ambil untukmu." (HR Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan
Ahmad)Kesimpulan atau intisari hadits ini:Dalam kasus pembagian warisan
yang ahli warisnya terdiri dari dua orang anak perempuan, isteri, dan
paman, maka kedua anak perempuan mendapat 2/3 bagian, isteri mendapat
1/8, dan paman menjadi ‘ashabah bin-nafsi yang mendapat sisanya.
Dari Huzail bin Surahbil RA, dia berkata: Abu Musa RA
ditanya tentang kasus kewarisan seorang anak perempuan, anak perempuan
dari anak laki-laki, dan seorang saudara perempuan. Abu Musa RA berkata:
"Untuk anak perempuan setengah, untuk saudara perempuan setengah.
Datanglah kepada Ibnu Mas'ud RA, tentu dia akan mengatakan seperti itu
pula." Kemudian ditanyakan kepada Ibnu Mas'ud RA dan dia menjawab: "Saya
menetapkan berdasarkan apa yang telah ditetapkan oleh Nabi SAW. Yaitu
untuk anak perempuan setengah, untuk cucu perempuan seperenam sebagai
pelengkap dua pertiga, sisanya untuk saudara perempuan." (HR Bukhari,
Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)Kesimpulan atau intisari hadits
ini:Hadits ini menjadi dasar hukum yang menetapkan hak waris cucu
perempuan (dari anak laki-laki) yang mendapat 1/6 bagian jika bersama
dengan seorang anak perempuan yang mendapat 1/2 bagian. Sementara itu,
saudara perempuan mendapat sisanya (dalam hal ini, saudara perempuan
menjadi ‘ashabah ma’al-ghair dengan sebab adanya anak perempuan dan/atau
cucu perempuan)
B. Penggolongan Ahli Waris dan Porsi masing-masing Ahli Waris
Seorang anak Laki-laki termasuk kedalam golongan ASHABAH, Yaitu : ahli
waris yang didapat atau boleh menerima seluruh harta peninggalan yang
meninggal, setelah harta peninggalan itu dibersihkan atau dikurangi
untuk biaya pemakaman, pembayaran hutang biasa maupun hutang agama
(pembayaran zakat, fidiyah), seperti telah melaksanakan wasiat (bila
ada), dan telah diberikan bagian dzaul faraidh.
Pembagian Porsinya : seluruh harta apabila ia anak tunggal, dan 1/3 apabila memiliki adik atau kakak perempuan.
2 (dua) orang anak perempuan dan seorang janda termasuk kedalam golongan
DZAUL-FARAIDH yaitu pembagian hak warisnya didahulukan dan tidak bias
menerima seluruh harta peninggalan yang meninggal.
Pembagian Porsi Waris : 2 (dua) orang anak perempuan mendapat 2/3 bagian
harta warisan Seorang Janda yang memiliki keturunan mendapat 1/8 bagian
harta warisan
C. Perhitungan Pembagian waris
Untuk memperjelas pembagian waris sebagaimana judul diatas, saya akan
memperhitungkan secara matematis berdasarkan ketentuan islam sebagai
berikut :
Contoh.
Suami yang meninggal telah meninggalkan harta bersih
berupa rumah dengan harga Rp. 850.000.000,-(apabila dijual), para ahli
waris adalah seorang janda, 2 orang anak puteri dan seorang putera, maka
perhitungannya adalah:
Seorang janda 1/8 = 3/24 xRp. 850.000.000,- = Rp.106.250.000,- (hak warisnya seorang janda)
Karena 1 orang anak laki-laki dengan satu anak perempuan perbandingannya
= 2:1, maka dalam hal ini perbandingan untuk 1 orang anak laki-laki
dengan 2 orang anak perempuan maka perbandingannya = 2:1 dengan nilai
perbandingan = 4
Oleh karenanya untuk 1 orang anak laki-laki = 2/4x (sisa setelah
pengurangan seorang janda) = 2/4x Rp.743.750.000,- (Rp.850.000.000
-Rp.106.250.000) = Rp. 371. 875.000,-
Sedangkan 2 orang anak perempuan = 2/4 x (sisa setelah pengurangan
seorang janda) = 2/4x Rp.743.750.000,- = Rp. 371. 875.000,- Sehingga
untuk masing-masing anak perempuan akan mendapatkan Rp.371.875.000 : 2 =
Rp. 185.937.500,-
D. Sanksi Allah Swt yang tidak menjalankan hukum waris Islam
hukum waris Islam yang telah diatur oleh Allah SWT merupakan ketentuan
hukum yang bersifat memaksa. Karena itu, wajib bagi setiap pribadi
muslim untuk mengamalkannya. Bahkan, dengan mengacu kepada sumber hukum
asalnya, pelanggaran terhadap pelaksanaan hukum waris Islam dikenakan
sanksi langsung oleh Allah SWT -meskipun bukan di dunia ini- di akhirat
kelak menurut Surat An-Nisa’: 14.
وَمَن يَعْصِ اللّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَاراً خَالِداً فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُّهِينٌ
Artinya : Dan barang siapa yang durhaka kepada Allah dan RasulNya, dan
melampaui batas-batas SyariatNya, akan dimasukkan oleh Allah ke dalam
api neraka, kekalah dia di dalamnya, dan baginya azab siksa yang amat
menghina.
Setelah memperbincangkan dan memahami kekuatan hukum waris Islam,
selayaknya tidak ada alasan lagi bagi setiap muslim untuk mengambil
hukum waris lain selain hukum waris Islam. Ketaatan seorang muslim dalam
melaksanakan hukum waris Islam, seperti halnya hukum syariat lainnya,
merupakan tolok ukur dari kadar keimanannya kepada Allah Yang Maha
Bijaksana. Hendaknya setiap pribadi muslim menyadari bahwa mengambil
hukum selain hukum yang berasal dari Allah SWT dapat dikategorikan ke
dalam salah satu dari tiga macam sebutan ini: kafir, zhalim, atau fasik
(lihat Surat Al-Maidah: 44, 45, 47). Na’udzubillahi min dzalik. Semoga
kita tidak tergolong hamba Allah yang mendapat tiga macam sebutan ini.
E. Penyelesaian Sengketa waris
Dalam Peradilan Agama Dalam Undang-undang peradilan agama No. 3 tahun
2006 dan perubahannya No.50 tahun 2009, diatur bahwa peradilan agama
adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama islam, dimana dalam
pasal 49 UU no 3 tahun 2006 dijelaskan Pengadilan agama bertugas dan
berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara ditingkat
pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a. perkawinan;
b. waris; c. wasiat; d. hibah; e. wakaf; f. zakat; g. infaq; h.
shadaqah; dan i. ekonomi syari'ah. Maka oleh karenanya jelaslah bahwa
hukum nasional kita sudah memberikan ruang/ wadah kepada para pencari
keadilan dalam sengketa waris di Negeri ini untuk menyelesaikan sengketa
waris disatu lembaga peradilan agama yang berlandaskan syariat islam,
peradilan ini dapat memutuskan baik pembagian waris, siapa yang berhak
dan tidak berhak atas waris, dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar