Minggu, 19 Oktober 2014

Hukum dan Perhitungan Waris Islam bagi seorang janda, dua orang anak perempuan dan seorang anak laki-laki, dari Alm. Suami/Ayah


Warisan merpakan suatu hal yang paling sensitif dirasakan oleh penulis, dimana penulis beranggapan bahwa banyak masyarakat islam yang masih tidak setuju atas besar kecilnya bagian waris seseorang karena dibagi berdasarkan hukum islam sebagaimana yang tercantum dalam Al Qur’an. 
Sangat tidak sedikit, karena warisan masyarakat islam di Indonesia bertengkar berkepanjangan dan bahkan memutuskan tali silahturahmi keluarganya, padahal itu sangat tidak disukai oleh Allah Swt dan dosa bagi umat islam yang memutuskan tali silahturahmi.
 Maka dari itu penulis mencoba membahas salah satu contoh pembagian waris dari hukum waris islam, semoga bisa bermanfaat, baik menambah ilmu pengetahuan dan khasanah islami, maupun memberi kelapangan untuk menerima perhitungan waris islam sesuai dan syari'at islam.
 A. Dasar Waris Islam Empat dasar waris islam didalam Al qur’an dan Sunah Rasul yaitu :
1. Surah An-nisaa (surah IV) ayat 7
 لرِّجَالِ نَصِيبٌ۬ مِّمَّا تَرَكَ ٱلۡوَٲلِدَانِ وَٱلۡأَقۡرَبُونَ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيبٌ۬ مِّمَّا تَرَكَ ٱلۡوَٲلِدَانِ وَٱلۡأَقۡرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنۡهُ أَوۡ كَثُرَۚ نَصِيبً۬ا مَّفۡرُوضً۬ا (٧) Artinya : “Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian [pula] dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan”
2. Surah An-nisaa (surah IV) ayat 11
 يُوصِيكُمُ ٱللَّهُ فِىٓ أَوۡلَـٰدِڪُمۡۖ لِلذَّكَرِ مِثۡلُ حَظِّ ٱلۡأُنثَيَيۡنِۚ فَإِن كُنَّ نِسَآءً۬ فَوۡقَ ٱثۡنَتَيۡنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَۖ وَإِن كَانَتۡ وَٲحِدَةً۬ فَلَهَا ٱلنِّصۡفُۚ وَلِأَبَوَيۡهِ لِكُلِّ وَٲحِدٍ۬ مِّنۡہُمَا ٱلسُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ لَهُ ۥ وَلَدٌ۬ۚ فَإِن لَّمۡ يَكُن لَّهُ ۥ وَلَدٌ۬ وَوَرِثَهُ ۥۤ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ ٱلثُّلُثُۚ فَإِن كَانَ لَهُ ۥۤ إِخۡوَةٌ۬ فَلِأُمِّهِ ٱلسُّدُسُۚ مِنۢ بَعۡدِ وَصِيَّةٍ۬ يُوصِى بِہَآ أَوۡ دَيۡنٍۗ ءَابَآؤُكُمۡ وَأَبۡنَآؤُكُمۡ لَا تَدۡرُونَ أَيُّهُمۡ أَقۡرَبُ لَكُمۡ نَفۡعً۬اۚ فَرِيضَةً۬ مِّنَ ٱللَّهِۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمً۬ا (١١۞ Artinya : “Allah mensyari’atkan bagimu tentang [pembagian pusaka untuk] anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya [saja], maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. [Pembagian-pembagian tersebut di atas] sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau [dan] sesudah dibayar hutangnya. [Tentang] orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat [banyak] manfa’atnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana
3. Surah An-nisaa (surah IV) ayat 12
 وَلَڪُمۡ نِصۡفُ مَا تَرَكَ أَزۡوَٲجُڪُمۡ إِن لَّمۡ يَكُن لَّهُنَّ وَلَدٌ۬ۚ فَإِن ڪَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ۬ فَلَڪُمُ ٱلرُّبُعُ مِمَّا تَرَڪۡنَۚ مِنۢ بَعۡدِ وَصِيَّةٍ۬ يُوصِينَ بِهَآ أَوۡ دَيۡنٍ۬ۚ وَلَهُنَّ ٱلرُّبُعُ مِمَّا تَرَكۡتُمۡ إِن لَّمۡ يَڪُن لَّكُمۡ وَلَدٌ۬ۚ فَإِن ڪَانَ لَڪُمۡ وَلَدٌ۬ فَلَهُنَّ ٱلثُّمُنُ مِمَّا تَرَڪۡتُمۚ مِّنۢ بَعۡدِ وَصِيَّةٍ۬ تُوصُونَ بِهَآ أَوۡ دَيۡنٍ۬ۗ وَإِن كَانَ رَجُلٌ۬ يُورَثُ ڪَلَـٰلَةً أَوِ ٱمۡرَأَةٌ۬ وَلَهُ ۥۤ أَخٌ أَوۡ أُخۡتٌ۬ فَلِكُلِّ وَٲحِدٍ۬ مِّنۡهُمَا ٱلسُّدُسُۚ فَإِن ڪَانُوٓاْ أَڪۡثَرَ مِن ذَٲلِكَ فَهُمۡ شُرَڪَآءُ فِى ٱلثُّلُثِۚ مِنۢ بَعۡدِ وَصِيَّةٍ۬ يُوصَىٰ بِہَآ أَوۡ دَيۡنٍ غَيۡرَ مُضَآرٍّ۬ۚ وَصِيَّةً۬ مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ۬ (١٢) Artinya : Dan bagimu [suami-suami] seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau [dan] sesudah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau dan sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki seibu saja atau seorang saudara perempuan seibu saja maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat kepada ahli waris . Allah menetapkan yang demikian itu sebagai syari’at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun”(12).
 4. Surah An-nissa ayat 176
 يَسۡتَفۡتُونَكَ قُلِ ٱللَّهُ يُفۡتِيڪُمۡ فِى ٱلۡكَلَـٰلَةِۚ إِنِ ٱمۡرُؤٌاْ هَلَكَ لَيۡسَ لَهُ ۥ وَلَدٌ۬ وَلَهُ ۥۤ أُخۡتٌ۬ فَلَهَا نِصۡفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ إِن لَّمۡ يَكُن لَّهَا وَلَدٌ۬ۚ فَإِن كَانَتَا ٱثۡنَتَيۡنِ فَلَهُمَا ٱلثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَۚ وَإِن كَانُوٓاْ إِخۡوَةً۬ رِّجَالاً۬ وَنِسَآءً۬ فَلِلذَّكَرِ مِثۡلُ حَظِّ ٱلۡأُنثَيَيۡنِۗ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَڪُمۡ أَن تَضِلُّواْۗ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىۡءٍ عَلِيمُۢ (١٧٦)  Artinya : “Mereka meminta fatwa kepadamu [tentang kalalah [1]. Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah [yaitu]: jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai [seluruh harta saudara perempuan], jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka [ahli waris itu terdiri dari] saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan [hukum ini] kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (176)
 5. Adapun dasar atau sumber hukum waris yang berasal dari sunah rasul ataupun hadist di antaranya;
 yang artinya”allah telah menurunkan hukum waris bagi saudara-saudaramu yang perempuan itu dan alloh telah menerangkan bahwa mereka mendapat bagian dua pertiga dari hartamu” yang artinya”bagi yang membunuh tidak mendapatkan hak waris atau bagian harta warisan”(HR.An nasai)
yang artinya”seorang muslim tidak berhak mendapat bagian harta warisan dari seorang kafir,dan sebaliknya seorang kafir tidak berhak mandapat bagian harta warisan dari seorang muslim”(HR.jamaah ahlu hadist)
 Dari Ibnu Abbas RA dari Nabi SAW, beliau bersabda: "Berikanlah faraidh (bagian-bagian yang telah ditentukan) kepada yang berhak, dan selebihnya berikanlah kepada laki-laki dari keturunan laki-laki yang terdekat." (HR Bukhari dan Muslim)kesimpulan atau intisari hadits ini: Dalam pembagian warisan, ahli waris yang mendapat bagian lebih dahulu adalah ahli waris golongan ashhabul-furudh (ahli waris yang bagian mereka sudah tertentu), kemudian kalau ada sisanya baru diberikan kepada ahli waris golongan ‘ashabah (ahli waris penerima sisa).
 Dari Jabir bin Abdullah RA, dia berkata: Janda (dari Sa'ad RA)  datang kepada Rasulullah SAW bersama dua orang anak perempuannya.Lalu ia berkata: "Wahai Rasulullah, ini dua orang anak perempuan Sa'ad yang telah syahid pada Perang Uhud. Paman mereka mengambil semua harta peninggalan ayah mereka dan tidak memberikan apa-apa untuk mereka. Keduanya tidak dapat kawin tanpa harta." Nabi SAW bersabda: "Allah akan menetapkan hukum dalam kejadian ini." Kemudian turun ayat-ayat tentang warisan. Nabi SAW memanggil si paman dan berkata: "Berikan dua pertiga untuk dua orang anak Sa'ad, seperdelapan untuk isteri Sa'ad, dan selebihnya ambil untukmu." (HR Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)Kesimpulan atau intisari hadits ini:Dalam kasus pembagian warisan yang ahli warisnya terdiri dari dua orang anak perempuan, isteri, dan paman, maka kedua anak perempuan mendapat 2/3 bagian, isteri mendapat 1/8, dan paman menjadi ‘ashabah bin-nafsi yang mendapat sisanya.
 Dari Huzail bin Surahbil RA, dia berkata: Abu Musa RA ditanya tentang kasus kewarisan seorang anak perempuan, anak perempuan dari anak laki-laki, dan seorang saudara perempuan. Abu Musa RA berkata: "Untuk anak perempuan setengah, untuk saudara perempuan setengah. Datanglah kepada Ibnu Mas'ud RA, tentu dia akan mengatakan seperti itu pula." Kemudian ditanyakan kepada Ibnu Mas'ud RA dan dia menjawab: "Saya menetapkan berdasarkan apa yang telah ditetapkan oleh Nabi SAW. Yaitu untuk anak perempuan setengah, untuk cucu perempuan seperenam sebagai pelengkap dua pertiga, sisanya untuk saudara perempuan." (HR Bukhari, Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)Kesimpulan atau intisari hadits ini:Hadits ini menjadi dasar hukum yang menetapkan hak waris cucu perempuan (dari anak laki-laki) yang mendapat 1/6 bagian jika bersama dengan seorang anak perempuan yang mendapat 1/2 bagian. Sementara itu, saudara perempuan mendapat sisanya (dalam hal ini, saudara perempuan menjadi ‘ashabah ma’al-ghair dengan sebab adanya anak perempuan dan/atau cucu perempuan)
 B. Penggolongan Ahli Waris dan Porsi masing-masing Ahli Waris
Seorang anak Laki-laki termasuk kedalam golongan ASHABAH, Yaitu : ahli waris yang didapat atau boleh menerima seluruh harta peninggalan yang meninggal, setelah harta peninggalan itu dibersihkan atau dikurangi untuk biaya pemakaman, pembayaran hutang biasa maupun hutang agama (pembayaran zakat, fidiyah), seperti telah melaksanakan wasiat (bila ada), dan telah diberikan bagian dzaul faraidh.
Pembagian Porsinya : seluruh harta apabila ia anak tunggal, dan 1/3 apabila memiliki adik atau kakak perempuan.
2 (dua) orang anak perempuan dan seorang janda termasuk kedalam golongan DZAUL-FARAIDH yaitu pembagian hak warisnya didahulukan dan tidak bias menerima seluruh harta peninggalan yang meninggal.
Pembagian Porsi Waris : 2 (dua) orang anak perempuan mendapat 2/3 bagian harta warisan Seorang Janda yang memiliki keturunan mendapat 1/8 bagian harta warisan
C. Perhitungan Pembagian waris
Untuk memperjelas pembagian waris sebagaimana judul diatas, saya akan memperhitungkan secara matematis berdasarkan ketentuan islam sebagai berikut :
Contoh.
 Suami yang meninggal telah meninggalkan harta bersih berupa rumah dengan harga Rp. 850.000.000,-(apabila dijual), para ahli waris adalah seorang janda, 2 orang anak puteri dan seorang putera, maka perhitungannya adalah:
 Seorang janda 1/8 = 3/24 xRp. 850.000.000,- = Rp.106.250.000,- (hak warisnya seorang janda)
Karena 1 orang anak laki-laki dengan satu anak perempuan perbandingannya = 2:1, maka dalam hal ini perbandingan untuk 1 orang anak laki-laki dengan 2 orang anak perempuan maka perbandingannya = 2:1 dengan nilai perbandingan = 4
Oleh karenanya untuk 1 orang anak laki-laki = 2/4x (sisa setelah pengurangan seorang janda) = 2/4x Rp.743.750.000,- (Rp.850.000.000 -Rp.106.250.000) = Rp. 371. 875.000,-
Sedangkan 2 orang anak perempuan = 2/4 x (sisa setelah pengurangan seorang janda) = 2/4x Rp.743.750.000,- = Rp. 371. 875.000,- Sehingga untuk masing-masing anak perempuan akan mendapatkan Rp.371.875.000 : 2 = Rp. 185.937.500,-
D. Sanksi Allah Swt yang tidak menjalankan hukum waris Islam
hukum waris Islam yang telah diatur oleh Allah SWT merupakan ketentuan hukum yang bersifat memaksa. Karena itu, wajib bagi setiap pribadi muslim untuk mengamalkannya. Bahkan, dengan mengacu kepada sumber hukum asalnya, pelanggaran terhadap pelaksanaan hukum waris Islam dikenakan sanksi langsung oleh Allah SWT -meskipun bukan di dunia ini- di akhirat kelak menurut Surat An-Nisa’: 14.
 وَمَن يَعْصِ اللّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَاراً خَالِداً فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُّهِينٌ
Artinya : Dan barang siapa yang durhaka kepada Allah dan RasulNya, dan melampaui batas-batas SyariatNya, akan dimasukkan oleh Allah ke dalam api neraka, kekalah dia di dalamnya, dan baginya azab siksa yang amat menghina.
Setelah memperbincangkan dan memahami kekuatan hukum waris Islam, selayaknya tidak ada alasan lagi bagi setiap muslim untuk mengambil hukum waris lain selain hukum waris Islam. Ketaatan seorang muslim dalam melaksanakan hukum waris Islam, seperti halnya hukum syariat lainnya, merupakan tolok ukur dari kadar keimanannya kepada Allah Yang Maha Bijaksana. Hendaknya setiap pribadi muslim menyadari bahwa mengambil hukum selain hukum yang berasal dari Allah SWT dapat dikategorikan ke dalam salah satu dari tiga macam sebutan ini: kafir, zhalim, atau fasik (lihat Surat Al-Maidah: 44, 45, 47). Na’udzubillahi min dzalik. Semoga kita tidak tergolong hamba Allah yang mendapat tiga macam sebutan ini.
E. Penyelesaian Sengketa waris
Dalam Peradilan Agama Dalam Undang-undang peradilan agama No. 3 tahun 2006 dan perubahannya No.50 tahun 2009, diatur bahwa peradilan agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama islam, dimana dalam pasal 49 UU no 3 tahun 2006 dijelaskan Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a. perkawinan; b. waris; c. wasiat; d. hibah; e. wakaf; f. zakat; g. infaq; h. shadaqah; dan i. ekonomi syari'ah. Maka oleh karenanya jelaslah bahwa hukum nasional kita sudah memberikan ruang/ wadah kepada para pencari keadilan dalam sengketa waris di Negeri ini untuk menyelesaikan sengketa waris disatu lembaga peradilan agama yang berlandaskan syariat islam, peradilan ini dapat memutuskan baik pembagian waris, siapa yang berhak dan tidak berhak atas waris, dll.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar